Kamis, 22 Desember 2011

Penderitaan di Dalam Kasus Keadilan


Perempuan Indonesia Masih Sulit Akses Keadilan Hukum

 

Ilustrasi-Perempuan Papua Ilustrasi-Perempuan Papua

[JAKARTA] Akses perempuan untuk mendapatkan keadilan dalam proses hukum ternyata tidak sejalan dengan kemajuan mereka dalam berbagai sektor pembangunan akhir-akhir ini. Masih banyak perempuan Indonesia yang sulit mengakses keadilan hukum ketika mereka menjadi korban kekerasan.

Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2010, angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 105,103 orang/kasus, dan 96% di antaranya terjadi di ranah privat. Di balik angka tersebut, ternyata selama bertahun-tahun perempuan korban kekerasan tersebut mengalami kesulitan dalam mengakses keadilan.

Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, nyaris belum ada mekanisme penanangan hukum yang berpihak pada kepentingan perempuan. Misalnya di daerah perbatasan dan daerah koflik, perempuan kerap menjadi korban kekerasan seksual oleh aparat militer, tetapi itu dianggap sebagai tanggung jawab individu.

Seharusya kasus seperti ini menjadi tanggung jawab institusi untuk membangun mekanisme agar aparat hukum tidak semena-mena. Namun, kata dia, dari penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan selama ini menunjukkan hukum di Indonesia sulit menyentuh aparat sebagai pelaku.

"Selain itu, pembuktian terhadap kasus kekerasan tersebut selalu dengan fisik, padahal korban sudah mengalami kekerasan sejak beberapa tahun silam. Sulit untuk membuktikan tindak kriminal tersebut, sehingga penderitaan korban terus berlangsung," katanya seusai acara penandatangan nota kesepahaman tentang akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Komnas Perempuan, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kepolisian dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Jakarta, Rabu (23/11).

Berdasarkan berbagai fakta, kendala dan pengalaman perempuan korban tindak kekerasan dalam mengakses keadilan, tahun ini para pihak tersebut menyusun kesepakatan bersama. Kesepakatan yang baru ditanda tangani tersebut bertujuan untuk menyamakan persepsi dalam menganani korban kekerasan. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan aparat penegak hukum dalam memberikan bantuan dan perlindungan hukum bagi korban, serta terjalin koordinasi dan kerjasama untuk mempercepat proses penanangan secara lebih cepat, murah, transparan.

Salah satu poit dalam kesepakatan ini adalah mengintegrasikan antara hak asasi manusia dan gender ke dalam kurikulum pendidikan aparat penegak hukum. Dengan pendidikan tersebut, kemungkinan para hakim juga akan dibekali sertifikat dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.

Untuk saat ini, instansi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung dan Peradi sudah mempersiapkan lembaga pendidikan. Modul atau panduan untuk pendidikannya pun telah diluncurkan, yang merupakan hasil pemikiran bersama dan yang diuji coba di 3 kawasan Indonesia yakni barat, tengah dan timur.

"Arahnya akan ke sana di mana hakim dan lainnya akan dibekali sertifikat, tetapi Komnas perempiuan haya menyusun modul untuk kurikulum, sedangkan yang melaksanakan pendidikannya di kurikulum adalah Jaksa Agung," kata Kunthi Tridewiyanti, Ketua Reformasi Hukum Komnas Perempuan menambahkan.

Yuniyanti Chuzaifah berharap kesepakatan ini tidak hanya formalitas, seperti rekomendasi dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta mekanisme Ham PBB yang kerap diabaikan atau tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah. Padahal rekomendasi tersebut adalah hasil temuan penting yang bersentuhan langsung dengan korban.

Menurutnya, dalam hal perlindungan perempuan korban kekerasan, Indonesia jauh tertinggal dari negara lain, padahal separuh dari penduduk Indonesia adalah perempuan. Australia misalnya, mengembangkan sistem di mana perempuan yang bercerai tidak harus menagih ke mantan suami untuk dapat hak ekonominya. Sudah ada institusi yang otomatis memotong gaji suaminya agar hak ditunaikan, bukan pada kebaikan hati semata.

Sumber : http://www.suarapembaruan.com/nasional/perempuan-indonesia-masih-sulit-akses-keadilan-hukum/13990

Manusia dan Keadilan

A.Penertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: “Kita tidak hidup di dunia yang adil”. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.

B.Berbagai Macam Keadilan
  • Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya (The man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karna penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang
selaras kepada bagian-hagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud
dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik.
  • Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi. yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp. 100.000.- maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama justru hal tersebut tidak adil.
  • Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam rnasyarakat Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

C.Kejujuran

Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya
apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan haruis sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata atau perbuatan.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani. filsafat berfikir. yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran. ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Iliahi. (M.Alanisyah.1986:83). Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki keyakinan yang matang. sebabnya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang. memiliki keprihadian yang buruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.

D.Kecurangan

Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan, yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah. tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.

E.Pembalasan

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.

Sumber : http://whaysworld.wordpress.com/2011/06/10/manusia-dan-keadilan/