A.
Paham
Kekuasaan
Menurut Machiavelli pada abad XVII sebuah negara itu
akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil:
Ø Dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara dihalalkan
Ø Untuk
menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera) adalah sah.
Ø Dalam
dunia politik,yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
Menurut Lenin pada
abad XIX Perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan
pertumpahan darah/revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu
dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.
B. Teori Geopolitik
Geopolitik adalah ilmu
yang mempelajari gejala-gejala politik dari aspek geografi. Teori yang
dikemukakan oleh Federich Ratzel,yaitu ;
Ø Pertumbuhan
negara dapat dianalogikan (disamakan) dengan pertumbuhan organisme (mahluk
hidup) yang memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang,
mempertahankan hidup tetapi dapat juga menyusut dan mati.
Ø Negara
identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuatan. Makin luas potensi ruang makin memungkinkan kelompok politik itu
tumbuh (teori ruang).
Ø Suatu
bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam. Hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
Ø Semakin
tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhan atau dukungan sumber daya alam.
Apabila tidak terpenuhi maka bangsa tsb akan mencari pemenuhan kebutuhan
kekayaan alam diluar wilayahnya (ekspansi).
C. Wilayah Perairan
Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar dunia. Secara fisik, dia punya panjang garis pantai mencapai
81.000 kilometer dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 pulau. Luas
daratan 1,9 juta kilometer persegi, sementara luas perairan 3,1 juta kilometer
persegi. Bukan perkara mudah menjaga wilayah seluas itu. Apalagi sebagai negara
kepulauan yang letaknya berada di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia
berbatasan setidaknya dengan 10 negara, mulai dari Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Papua Niugini, Timor Leste, Palau,
hingga India.
Sepanjang sejarah,
wilayah perairan Indonesia berubah-ubah luasnya, sesuai dengan rezim aturan
yang berlaku pada masanya. Menurut pakar hukum kelautan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI), Agus Brotosusilo, pada masa kolonialisasi Belanda, berlaku
ketentuan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939, yang
dijiwai prinsip Mare Liberum (Freedom of The Sea) seorang genius hukum dan juga
bapak hukum internasional asal Belanda, Hugo Grotius (1604).
Pada 13 Desember 1957,
pemerintah mendeklarasikan Wawasan Nusantara, dikenal dengan Deklarasi Djuanda.
Deklarasi ini menetapkan kawasan perairan di bagian dalam kepulauan Indonesia
otomatis menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia. Sementara itu,
ketentuan pengukuran 3 mil dari garis pantai setiap pulau diubah menjadi 12
mil.
Lebih lanjut pada April
1982 konsep Wawasan Nusantara diterima menjadi bagian konvensi hukum laut
internasional hasil Konferensi PBB tentang hukum laut yang ketiga (UNCLOS).
Selain pengukuran 12 mil
tadi, juga ditetapkan tentang kawasan ZEE yang cakupannya mencapai 200 mil dari
garis pantai setiap pulau.
Untuk kawasan ZEE, kewenangan hanya sebatas mengelola dan
memelihara kekayaan alam saja, sementara di wilayah 12 mil tadi Indonesia punya
kedaulatan penuh di daratan, perairan wilayah, dan bahkan terhadap tanah di
bawah permukaan air dan ruang udara yang ada di atasnya (sovereign rights).
Memahami sejarah
sekaligus aturan yang berlaku terkait penentuan teritorial perairan seperti itu
adalah keharusan. Agus mencontohkan, Malaysia sebetulnya mengakui dan menjadi
anggota UNCLOS. Namun, sejak kemenangan klaim mereka atas Pulau Sipadan dan
Ligitan, beberapa tahun lalu, Malaysia semakin percaya diri dan berkeras tetap
berpatokan pada peta wilayah yang dibuatnya sendiri tahun 1979 (klaim
unilateral).
”Peta itu memasukkan
sejumlah wilayah perairan kita, sesuai UNCLOS, ke dalam wilayah mereka. Maka
itu, terjadi sejumlah sengketa akibat klaim sepihak tadi, seperti sebelumnya di
perairan Ambalat dan kemarin di sekitar Pulau Bintan,” kata Agus.
D.
Unsur Dasar Wawasan Nusantara
Konsepsi Wawasan Nusantara
terdiri dari tiga unsur dasar,yaitu ;
a.
Wadah (contour)
adalah wadah kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara yang meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba
nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta ragam budaya.
b.
Isi (content)
adalah aspirasi yang berkembang di
masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam
Pembukaan UUD.
c.
Tata Laku (conduct) adalah hasil interaksi antara wadah dan isi yang
terdiri dari tata laku batin dan lahir.
E.
Asas Wawasan
Nusantara
Asas wawasan nusantara adalah
ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, diciptakan dan
dipelihara sebaik mungkin agar terwujud demi setianya unsur pembentukan bangsa
Indonesia terhadap kesepakatan bersama. Asas wawasan nusantara antara lain:
- Kepentingan (tujuan yang sama)
-
Keadilan
-
Kejujuran
-
Solidaritas
-
Kerjasama
-
Kesetiaan terhadap
kesepakatan.
F.
Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara sebagai Wawassan Nasional Bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara menjadi landasan Visional dalam menyelenggarakan kehidupan Nasional.
Wawasan
Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai
berikut :
1. Pancasila
sebagai falsafah, ideology bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai
landasan idiil.
2. Undang –
Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai
landasan konstitusional.
3. Wawasan
Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan Visional.
4. Ketahanan
Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
5. GBHN
sebgai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar